Sunday 11 August 2013

I.C.U

Aku benci ruang ICU, ICCU, PICU, NICU, apapun yang kaitannya dengan ICU. Meski profesiku kelak adalah seorang dokter (amin!), tapi tempat itu benar-benar membuatku nggak sabar berlama-lama di sana. Kenapa? Lihatlah saja dan buktikan sendiri. DI sana, kebahagiaan yang ada hanyalah sebuah kebahagiaan palsu. Senyum yang ada juga hanyalah sebuah senyum palsu. Ekspresi yang ada kalau nggak sedih, tegang, ya gelisah menunggu suatu kepastian yang nggak tahu kapan akan dipastikan. Tempat tujuan pasien di sana juga hanya ada dua pilihan, kalau nggak bangsal ya tempat pemulasaraan. Baik dokter, perawat, pasien, maupun keluarga pasien berada di antara dua dunia. Di sana pula seorang dokter memberikan putusan sulitnya, dan di sana jugalah seorang pasien memperjuangkan kehidupannya.

Sekarang mungkin aku hanya bisa melihat, mendengar, menerka, dan membayangkan apa yang dirasakan sang dokter atau petugas medis di sana. Tapi mungkin beberapa tahun lagi aku akan mengalaminya. Dan saat aku berada di posisi dokter itu, bukan sebagai keluarga pasien seperti hari ini atau dulu, aku berharap bisa mengerti perasaan keluarga pasien itu. Karena sungguh, di ruangan yang dekat sekali dengan ajal itu, siapapun hanya berharap pertolongan Tuhan melalui tangan-tangan petugas medis. So, salah sedikit bisa berakibat fatal. Apalagi bagi masyarakat awam, yang tidak punya pengetahuan medis yang cukup. Yang dapat dilakukan hanyalah pasrah dan mengharapkan keajaiban. Tugas dokter lah sebagai perpanjangan tangan Tuhan di sini untuk menolong pasien itu. Padahal dokter pun hanya manusia yang hanya bisa berusaha sebaik mungkin. Semoga saat itu tiba, aku dan teman-teman sejawatku yang lain tidak lupa dengan hal ini. Amin, ya Allah..

No comments:

Post a Comment