Kecerdasan ‘Aisyah radhiallahu ‘anha tercermin
dari pintarnya ia juga dalam ilmu kedokteran yang membuat orang lain
kagum, ia hanya sekedar mendengar dan menyaksikan tanpa ada yang
mengajarkan secara langsung.
Hisyam bin Urwah menceritakan dari ayahnya yang berkata,
وقال
هشام بن عروة عن أبيه قال : لقد صحبت عائشة فما رأيت أحداً قط كان أعلم
بآية أنزلت ، ولا بفريضة ، ولا بسنة ، ولا بشعر ، ولا أروى له ، ولا بيوم
من أيام العرب ، ولا بنسب ، ولا بكذا ، ولا بكذا ، ولا بقضاء ، ولا طب منها
، فقلت لها : يا خالة ، الطب من أين علمت ؟ فقالت : كنت أمرض فينعت لي
الشيء ، ويمرض المريض فينعت له ، وأسمع الناس ينعت بعضهم لبعض فأحفظه
“Sungguh aku telah bertemu dengan Aisyah, maka aku tidak mendapatkan seorangpun yang lebih pintar
darinya tentang Al Qur’an, hal-hal yang fardhu, sunnah, sya’ir, yang
paling banyak meriwayatkan, sejarah Arab, ilmu nasab, ilmu ini, ilmu itu
dan ilmu qhadi dan ilmu kedokteran, maka aku bertanya kepada beliau, “Wahai bibi, kepada siapa anda belajar tentang ilmu kedokteran?” Maka beliau menjawab, “Tatkala
aku sakit, maka aku perhatikan gejala-gejalanya dan aku mendengar dari
orang-orang menceritakan perihal sakitnya, kemudian aku menghafalnya.”
Suatu saat Hisyam bin Urwah berkata kepada ‘Aisyah radhiallahu ‘anha,
هشام
بن عروة قال كان عروة يقول لعائشة يا أمتاه لا أعجب من فقهك أقول زوجة
رسول الله صلى الله عليه و سلم وابنة أبي بكر ولا أعجب من علمك بالشعر
وأيام الناس أقول ابنة أبي بكر وكان أعلم الناس ولكن أعجب من علمك بالطب
كيف هو ومن أين هو وما هو قال فضربت على منكبي ثم قالت أي عرية إن رسول
الله صلى الله عليه و سلم كان يسقم في آخر عمره فكانت تقدم عليه الوفود من
كل وجه فتنعت له فكنت أعالجه فمن ثم
“Wahai ibu (ummul mukminin), saya tidak heran/takjub engkau
pintar ilmu fiqh karena engkau adalah Istri Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam dan anak Abu Bakar. Saya juga tidak heran/takjub
engkau ointar ilmu Sya’ir dan sejarah manusia (Arab) karena engkau
adalah anak Abu Bakar dan Abu bakar adalah manusia yang paling pandai
(mengenai sya’ir dan sejarah Arab). Akan tetapi saya heran/takjub engkau pintar ilmu kedokteran, bagaimana dan darimana engkau mempelajarinya?
Kemudian ia memegang kedua pundakku dan berkata,
Setiap utusan kabilah yang datang dari berbagai penjuru yang
datang untuk mengobati sakit Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam
pada akhir hayatnya, maka aku mengamati/pelajari dari mereka dan aku mengobati dengan ilmu dari sana.”
Berkata Ibnu Abdil Barr,
أن عائشة كانت وحيدة بعصرها في ثلاثة علوم علم الفقه وعلم الطب وعلم الشعر
“Aisyah adalah satu-satunya wanita di zamannya yang memiliki kelebihan dalam tiga bidang ilmu: ilmu fiqih, ilmu kedokteran, dan ilmu syair.”Kecerdasan dan keutamaan ‘Aisyah radhiallahu ‘anha
Kecerdasan ‘Aisyah radhiallahu ‘anha diakui oleh banyak para sahabat dan murid-murid beliau.
Berkata az-Zuhri,
قال الزُّهريُّ: لو جُمِع عِلمُ عائشة إلى عِلمِ جميعِ النساء، لكان علمُ عائشةَ أفْضلَ
“Apabila ilmu Aisyah dikumpulkan dengan ilmu seluruh para wanita lain, maka ilmu Aisyah lebih utama.”
Berkata Atha’,
قَالَ عَطَاءُ بنُ أَبِي رَبَاحٍ: كَانَتْ عَائِشَةُ أَفْقَهَ النَّاسِ، وَأَحْسَنَ النَّاسِ رَأْياً فِي العَامَّةِ
“Aisyah adalah wanita yang paling faqih dan pendapat-pendapatnya adalah pendapat yang paling membawa kemaslahatan untuk umum.”
Demikianlah sehingga ulama mengatakan bahwa salah satu hikmah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menikahi ‘Aisyah radhiallahu ‘anha adalah tersebarnya ilmu agama Islam melalui kecerdasan ‘Aisyah sebagai Istri dan orang yang paling dekat dengan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata,
وتأثير
عائشة في آخر الإسلام، وحمل الدين، وتبليغه إلى الأمة، وإدراكها من العلم
ما لم تشاركها فيه خديجة ، ولا غيرها مما تميزت به عن غيرها ) مجموع
الفتاوى
“Peran Aisyah di akhir Islam adalah membawa ilmu agama,
menyampaikannya kepada umat, memahami agama yang peran ini tidak ada
pada khadijah dan tidak pula pada istri-istri yang lain yang membuat
Aisyah istimewa dibanding yang lain”
Demikianlah keutamaan ‘Aisyah sampai-sampai Nabi Shalallahu alaihi wasalam bersabda,
كَمُلَ
مِنَ الرِّجَالِ كَثِيْرٌ وَلَمْ يَكْمُلْ مِنَ النِّسَاءِ إِلاَّ
مَرْيَمُ بِنْتُ عِمْرَانَ ، وَآسِيَةُ امْرَأَةُ فِرْعَوْنَ ، وَفَضْلُ
عَائِشَةَ عَلىَ النِّسَاءِ كَفَضْلِ الثَّرِيْدِ عَلىَ سَائِرِ الطَّعَامِ
“Banyak di antara kaum laki-laki yang sempurna, akan tetapi tidak
ada wanita yang sempurna kecuali Maryam bintu ‘Imran, Asiyah istri
Fir’aun. Dan keutamaan ‘Aisyah atas kaum wanita seperti
keutamaan tsarid (bubur yang sangat disukai oleh Rasul -Shalallahu
alaihi wasalam-) atas seluruh makanan.”
Disempurnakan di Lombok, Pulau Seribu Masjid
Penyusun: dr. Raehanul Bahraen
Artikel www.muslimafiyah.com
3# Islam, First Guider of Forensic
Assalamu'alaikum wr. wb....
Mungkin postingan ini agak berat, dan memang berat. Tapi
inilah hal yang saat ini aku garap untuk mendapatkan ilmu lebih tentang
bidang kedokteran dan tak luput dari hukum-hukum Islam...
Yak, materi postingan pertamaku ini adalah Forensik dan Islam : "Islam
sebagai Pelopor Forensik". Materi ini aku ambil dari sebuah blog, dengan
sedikit editan yang disesuaikan dengan garapanku. So, beginilah
ceritanya...
Sebelumnya, apa sih sebenarnya forensik itu? Forensik berasal dari bahasa Yunani, "forensis", yang artinya debat atau perdebatan. Forensik bisa diartikan bidang ilmu pengetahuan yang digunakan untuk membantu
proses penegakan keadilan melalui proses penerapan ilmu (sains).
Na, sebenarnya forensik telah dikenal sejak 2200 tahun yang lalu di
negara Yunani. Pada masa itu, Archimedes menggunakan pendekatan
penyerapan air untuk membedakan emas murni yang
mempunyai densititas berbeda dengan kandungan emas palsu. Kaidah yang
digunakan oleh beliau itu dianggap sebagai catatan terawal tentang
penggunaan sains forensik dalam menegak kebenaran.
Sebenarnya, sejak zaman Khalifah Umar bin Khattab, ada suatu peristiwa
menarik yang dapat dimasukkan ke dalam kaidah forensik dalam menegakkan
hukum dan keadilan. Dikisahkan
bahwa ada seorang wanita yang jatuh hati kepada seorang pemuda Ansar.
Dia melakukan berbagai cara untuk menggoda pemuda tersebut,
namun usahanya gagal. Dia terus mencoba sampai khirnya wanita itu
memfitnah pemuda Ansar itu dengan tuduhan zina.
Wanita itu menggunakan sebiji telur yang telah dibuang sebagian kuning
telurnya. Putih telur itu diusapkan ke pakaian dan kakinya. Kemudian
dengan berpura-pura berada dalam situasi yang tertekan, wanita itu
pergi menghadap Umar bin Khattab dan mengadu bahwa dia telah dizinai
pemuda
Ansar itu.
Khalifah Umar tidak tergesa-gesa menerima aduan wanita itu, sebaliknya
mengambil pendekatan syura dengan mencari pendapat beberapa wanita lain.
Hasilnya semua
wanita yang ditanyai pendapat itu setuju bahwa noda pada pakaian dan
kaki
wanita itu adalah air mani. Dengan pendapat-pendapat tersebut, beliau
kemudian bersedia untuk menjatuhkan hukuman kepada pemuda Ansar itu.
Tetapi, pemuda Ansar itu tetap
berkeras mengatakan bahwa dia tidak bersalah dan tidak pernah melakukan
perbuatan tercela itu. Kemudian Khalifah Umar terbuka hati untuk meminta
pendapat kepada Sayidina Ali bin Abi Talib. Ali meneliti noda yang
diduga sebagai air mani itu. Setelah meneliti dengan rapi, Sayidina Ali
membawa air mendidih. Air mendidih itu kemudian dituangkan ke noda pada
pakaian tersebut. Apa yang terjadi? Noda yang diduga air mani itu
mengeras menjadi bongkahan berwarna putih. Bukan hanya itu yang
dilakukan Sayidina Ali dalam menentukan apakah noda pada pakaian wanita
itu benar-benar air mani sebagaimana yang dikatakan wanita itu. Sayidina
Ali mencium dan merasakan bahan yang mengeras itu dan menyimpulkan
bahwa noda itu sebenarnya bukan air mani, melainkan putih telur.
Akhirnya, wanita itu didakwa telah membuat pengakuan bahwa dia telah
berbohong.
Dengan demikian, dapat dikatakan di sini bahwa apa yang telah dilakukan
Sayidina Ali merupakan suatu proses sains forensik sehingga mampu
membebaskan seorang lelaki
yang tidak bersalah dari tuduhan liar wanita yang tergila-gila padanya.
Juga dapat diiktiraf bahwa Saidina Ali adalah pelopor kaidah sains
forensik dalam Islam. Sebenarnya Islam telah mengatur suatu sistem
keadilan yang lengkap dan selalu mengutamakan keadilan.
2# Bulan Sabit Merah Indonesia / Indonesia Red Crescent (BSMI)
Pada tanggal 8 Juni 2002, bertepatan pada 27 Rabiul Awwal 1423 H, telah lahir lembaga kemanusiaan dan sosial dibidang kesehatan bernama Bulan Sabit Merah Indonesia yang dideklarasikan di Masjid Al-Azhar Jakarta, dan dihadiri oleh Ketua MUI, tokoh masyarakat, organisasi Islam, lembaga kemanusiaan, LAZ, mahasiswa dan pelajar.
Perhimpunan yang diketuai oleh Muhamad Djazuli Ambari, MSi, SKM ini memiliki 9 prinsip dasar yang melandasi program kerja dari BSMI, yaitu sebagai berikut:
- Keikhlasan
- Amanah
- Profesionalitas
- Kemanusiaan
- Kesamaan
- Kenetralan
- Kemandirian
- Kesatuan
- Kesemestaan
Program-program BSMI, antara lain disaster response, emergency, refugee management, health education, health services, ambulance service, maternal and child health, youth red crescent, dan pemberdayaan masyarakat. Melalui program-program tersebut, BSMI memberikan bantuan kepada para korban banjir, korban Rohingya, memberangkatkan relawan ke Gaza, dan lain sebagainya, dengan berlandaskan semangat kemanusiaan dan ketulusan hati.
Dengan visi "menjadi lembaga kemanusiaan di Indonesia dan bekerjasama dengan lembaga kemanusiaan lain di tingkat nasional, regional, dan internasional", BSMI mempunyai misi sebagai berikut:
- kemanusiaan dan perdamaian
- melindungi kehidupan akibat korban konflik dan situasi lain
- mencegah penderitaan dengan meningkatkan dan menguatkan hukum-hukum kemanusiaan dan prinsip-prinsip kemanusiaan universal
- memberikan pelayanan terbaik bagi kemanusiaan dan perdamaian
- menjalin kerjasama dengan lembaga kemanusiaan lain di tingkat nasional, regional, dan internasional, dalam mencapai tujuannya.
Mari kita dukung perkembangan dari BSMI demi terciptanya kehidupan yang lebih sejahtera, aman, dan damai!
1# Aturan Melihat Aurat Lawan Jenis saat Berobat
Kebolehan melihat
wanita ketika berobat adalah hanya pada bagian yang butuh dilihat. Namun, perlu
diingat bahwa para ulama juga menerangkan aturan dalam hal ini tidak
seenaknya saja hal itu dibolehkan apalagi sampai bagian aurat yang
diperiksa. Karena ingat melihat aurat wanita saat berobat dibolehkan
hanya dalam keadaan hajat (butuh) dan ada kadar atau ukuran dalam
melihatnya.
Berikut beberapa aturan dalam melihat aurat lawan jenis saat berobat:
Pertama: Tetap didahulukan yang melakukan pengobatan
pada pria adalah dari kalangan pria, begitu pula wanita dengan sesama
wanita. Ketika aurat wanita dibuka, maka yang pertama didahulukan adalah
dokter wanita muslimah, lalu dokter wanita kafir, lalu dokter pria
muslim, kemudian dokter pria kafir. Jika cukup yang memeriksa adalah
dokter wanita umum, maka jangalah membuka aurat pada dokter pria
spesialis. Jika dibutuhkan dokter spesialis wanita lalu tidak didapati,
maka boleh membuka aurat pada dokter spesialis pria.
Kedua: Tidak boleh melebihi dari bagian aurat yang
ingin diperiksa. Jadi cukup memeriksa pada aurat yang ingin diperiksa,
tidak lebih dari itu. Si dokter juga berusaha menundukkan pandangannya
semampu dia. Jika sampai ia melampaui batas dari yang dibolehkan ketika
memeriksa, hendaklah ia perbanyak istighfar pada Allah Ta’ala.
Ketiga: Jika dapat mendeteksi penyakit tanpa membuka
aurat, maka itu sudah mencukupi. Namun jika ingin mendeteksi lebih
detail, kalau cukup dengan melihat, maka jangan dilakukan dengan
menyentuh. Jika harus menyentuh dan bisa dengan pembatas (penghalang
seperti kain), maka jangan menyentuh langsung. Demikian seterusnya.
Keempat: Disyaratkan ketika seorang dokter pria
mengobati pasien wanita janganlah sampai terjadi kholwat (bersendirian
antara pria dan wanita). Hendaklah wanita tadi bersama suami, mahram
atau wanita lain yang terpercaya.
Kelima: Dokter pria yang memeriksa benar-benar
amanah, bukan yang berakhlak dan beragama yang jelek. Dan itu dihukumi
secara lahiriyah.
Keenam: Jika auratnya adalah aurat mughollazoh (yang
lebih berat dalam perintah ditutupi), maka semakin dipersulit dalam
melihatnya. Hukum asal melihat wanita adalah pada wajah dan kedua
tangan. Melihat aurat lainnya semakin diperketat sesuai kebutuhan.
Sedangkan melihat kemaluan dan dubur lebih diperketat lagi. Oleh karena
itu, melihat aurat wanita saat melahirkan dan saat khitan lebih
diperketat.
Ketujuh: Hajat (kebutuhan) akan berobat memang benar-benar terbukti, bukan hanya dugaan atau sangkaan saja.
Kedelapan: Bentuk melihat aurat saat berobat di sini dibolehkan selama aman dari godaan (fitnah).
[Diringkas dari penjelasan Syaikh Sholih Al Munajjid dalam Fatwa Al Islam Sual wal Jawab no. 5693]
Para dokter mesti memperhatikan aturan ini ketika ingin mengobati lawan jenisnya, lebih-lebih ketika membuka auratnya. Wallahu waliyyut taufiq.
Sumber: http://rumaysho.com/belajar-islam/muslimah/4035-aturan-melihat-aurat-lawan-jenis-saat-berobat.html
No comments:
Post a Comment